Tak Lelah Mengabdi, Sejahterakan Guru Pelosok Negeri

Teman Kebaikan, akhir-akhir ini kita diingatkan tentang ketulusan seorang guru yang rela mengambil peran sebagai pemulung untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Di balik peran mereka dalam mencerdaskan anak bangsa, tak sedikit guru yang harus hidup dalam kesederhanaan.

Data dari survei IDEAS menunjukkan bahwa 74 persen guru honorer digaji di bawah Rp2 juta. Mereka adalah sosok yang tidak hanya berdedikasi, tetapi juga berkorban demi masa depan anak bangsa.

Ibu Eni salah satunya, seorang guru di MIS Muhammadiyah Lo’ang, NTT. Beliau mengajar di sekolah yang masih berbentuk gubuk sederhana. Terik matahari dan hujan tak jarang menjadi saksi juangnya. Ibu Eni menerima gaji hanya Rp70 ribu per bulan yang diterimanya setiap 6 bulan sekali. Meski begitu, semangat belajar murid-muridnya yang kuat menjadi motivasi tersendiri bagi Ibu Eni, “Yang memotivasi saya untuk mengajar adalah semangat anak-anak. Mereka bahkan rela bangun jam dua pagi untuk membangunkan guru-gurunya demi tahajud,” kata Ibu Eni.

Ada juga Ibu Ohen di MI Bani Nawawi, Banten. Beliau mengajar di tengah keterbatasan fasilitas, seperti bangunan seadanya, kelas yang digabung dua, hingga tidak adanya toilet dan listrik memadai. Dengan penghasilan Rp200.000 per bulan, Ibu Ohen tetap bertahan karena panggilan hatinya untuk mendidik generasi muda. “Kasihan anak-anak, mereka butuh belajar dan bimbingan. Saya siap mengabdikan diri di sini,” ujarnya penuh keikhlasan.

Selain Ibu Eni dan Ibu Ohen, masih banyak kisah pilu perjuangan guru diluar sana yang membutuhkan dukungan. Di tengah keterbatasan yang ada mereka tak menyerah, terus mengabdi dan berbagi ilmu untuk anak negeri.

Mari teguhkan semangat dan berikan hadiah terbaik bagi mereka untuk terus mendidik generasi emas. Dengan meningkatkan sejahteraan Guru, maka turut serta membangun kualitas pendidikan Indonesia.

Kontribusi sekarang melalui memberimakna.id