Kisah Sahabat Nabi yang Gemar Berinfak
Infak berasal dari kata anfaqa (انفق ) yang memiliki arti mengeluarkan, membelanjakan uang atau harta. Definisi menurut Kitab At-Ta’rifat Syaikh Al Jurjani, infak berkaitan dengan amal materi (harta/mal). Infak merupakan salah satu amalan mulia yang sangat ditekankan karena manfaat dan keutamaannya yang luas, baik bagi pemberi maupun penerima. Infaq yang berarti mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan lain tanpa mengharapkan balasan dari yang diberi memiliki nilai tersendiri di mata Allah dan menduduki tempat yang istimewa dalam ajaran Islam.
Berikut ini adalah kisah Abu Umamah yakni seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang gemar melakukan infak.
“Dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir berkata, “Maula perempuan Abu Umamah menceritakan kepadaku, Abu Umamah adalah orang yang suka bersedekah dan senang mengumpulkan sesuatu untuk disedekahkan. Abu Umamah tidak pernah menolak siapapun yang meminta sesuatu kepadanya. Sekalipun ia hanya bisa memberi sesiung bawang merah atau sesuap makanan atau sebutir kurma.
Suatu hari datang seorang peminta-minta, Abu Umamah tidak memiliki apapun selain uang tiga dinar. Orang itu tetap meminta juga, kemudian Abu Umamah memberikannya satu dinar. Kemudian datang lagi orang lain meminta, Abu Umamah memberikannya satu dinar. Datang lagi satu orang, Abu Umamah memberinya satu dinar juga.
Sudah barang tentu aku marah. Kemudian aku berkata, ‘Wahai Abu Umamah, engkau tidak menyisakan untuk kami suatu pun!’ Kemudian Abu Umamah berbaring untuk tidur siang. Ketika adzan Ashar dikumandangkan aku membangunkannya. Lalu ia berangkat ke masjid. Setelah itu aku bercakap-cakap dengan dia kemudian aku meninggalkannya untuk mempersiapkan makan malam dan memasang pelana kudanya.
Ketika aku masuk kamar untuk merapikan tempat tidurnya, tiba-tiba aku menemukan mata uang emas dan setelah aku hitung berjumlah 300 dinar. Aku berkata dalam hatiku, ‘Tidak mungkin dia melakukan seperti apa yang dia perbuat kecuali sangat percaya dengan apa yang akan menjadi penggantinya. Setelah Isya’ dia masuk rumah. Dan ketika melihat makanan yang telah tersedia dan pelana kuda telah terpasang ia tersenyum lalu berkata, ‘Inilah kebaikan yang diberikan dari sisi-Nya.’
Aku berada di hadapannya sampai ia makan malam. Ketika itu aku berkata, ‘Semoga Allah senantiasa mengasihimu dengan infak yang engkau berikan itu sebenarnya engkau telah menyisihkan simpanan, tetapi mengapa engkau tidak memberitahu aku, sehingga aku dapat mengambilnya.’
Abu Umamah bertanya, ‘Simpanan yang mana? Aku tidak menyimpan apapun!’
Kemudian aku angkat kasurnya, tatkala Abu Umamah melihat dinar itu ia bergembira dan sangat heran. Serta merta aku potong tali ikatku, sebuah tali yang menandakan aku seorang Majusi atau Nasrani, dan aku masuk Islam.” Ibnu Jarir berkata, “Aku melihat wanita itu (bekas budak) menjadi guru kaum wanita di masjid Himsha yang mengajarkan Al Quran, sunnah dan ilmu faraidh.”
Hikmah yang dapat diambil dari kisah Abu Umamah adalah kedermawanan yang tidak memandang besarnya nilai dari apa yang diberikan. Abu Umamah memberikan apa pun yang ia bisa, bahkan bila itu hanya sebutir kurma, menunjukkan bahwa niat baik dan kerelaan berbagi lebih penting daripada jumlah pemberian itu sendiri. Ini mengajarkan bahwa dalam berinfak, tidak ada yang namanya terlalu kecil atau tidak signifikan. Semua kebaikan bernilai di hadapan Allah.
Mari dapatkan lebih banyak kebaikan berinfak melalui memberimakna.id!
Referensi :
Asnawi, A. (2019). Hikayat Sahabat Nabi. Desa Pustaka Indonesia.