Hakikat Jihad dalam Islam
Oleh :
Dr. Abdurrauf, Lc., M.A.
Anggota Badan Pembina Syariah YBM-BRILiaN
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (QS. at-Taubah, 9: 41).
Pengertian Jihad
Secara bahasa kata jihad berasal dari akar kata “al-jahdu” dan “al-juhdu” yang berarti “al-thaqah”, yaitu kemampuan, kekuatan, daya, upaya. Kadang makna keduanya dibedakan, dimana kata “al-jahdu” berarti kesulitan (al-masyaqqah), sementara kata “al-juhdu” bermakna kemampuan, kekuatan, daya, upaya. (Lihat Kamus, Ibnu Mandhur, Lisan al-‘Arab, Beirut: Dar Shadr, Cet. Tahun 2005, Jilid 3-4, hal. 223). Sedangkan menurut istilah syar’i, jihad mempunyai dua dimensi makna, yaitu bermakna umum dan bermakna khusus. Jihad dalam dimensi umum adalah upaya sungguh-sungguh yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu yang diridhai Allah SWT berupa kebajikan (amal shalih), keimanan dan juga upaya sungguh-sungguh untuk menolak segala sesuatu yang dimurkai Allah SWT seperti kemaksiatan, perbuatan dosa, kefasikan dan lain-lain. Atau dalam ungkapan lain, jihad adalah mencurahkan segala daya dan upaya untuk menghasilkan atau mewujudkan kebaikan dan menghindari kemungkaran atau kerusakan yang dapat mendatangkan kemurkaan Allah SWT. Adapun jihad dalam pengertian khusus adalah berperang di jalan Allah SWT (dalam artian karena Allah SWT) secara fisik dan senjata dalam rangka membela agama-Nya menghadapi orang-orang kafir. Jihad dalam pengertian ini didasarkan oleh ayat yang mengawali tulisan ini, dimana ayat tersebut berkaitan dengan perintah berperang membela agama Allah, baik dengan diri maupun harta.
Ruang Lingkup Jihad
Mengacu pada pengertian umum di atas, maka jihad mempunyai ruang lingkup, ragam dan cakupan yang sangat luas, tidak terbatas pada aspek-aspek tertentu saja. Bahkan dikatakan, semua bentuk upaya penegakan ajaran Islam di seluruh sendi kehidupan adalah bagian dari jihad di jalan Allah SWT. Semua aspek kehidupan yang disitu ada celah-celah kebaikan, maka disitulah lahan/medan jihad. Oleh karena itu, terkadang Alquran dan al-Sunnah memaknai jihad dalam berbagai konteks, seperti berderma di jalan Allah dengan harta benda dan lainnya. Orang yang sungguh-sungguh belajar mencari ilmu pada hakikatnya juga sedang berjihad di jalan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang keluar mencari ilmu maka ia sedang (berada) di jalan Allah sampai ia kembali” (HR.Tirmidzi).
Demikian pula, para ulama’ yang berupaya sungguh-sungguh mengajarkan umat tentang agamanya, menuntun mereka kepada jalan kebaikan, menjawab segala persoalan keagamaan yang mereka hadapi dalam kehidupan pada hakikatnya juga sedang berjihad dengan pena dan ilmu yang mereka miliki.
Rasulullah SAW sendiri mengajarkan bahwa jihad itu tidak hanya bermakna perang melawan orang kafir atau musyrik. Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Nabi SAW dan para sahabat melihat adanya kekuatan dan ketangkasan pada orang tersebut, lalu mereka pun berkata: “alangkah baiknya jika orang ini (memanfaatkan kekuatan dan ketangkasannya) berperang di jalan Allah.”
Maka Nabi SAW bersabda, “jika ia bekerja untuk anak-anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah, dan jika dia bekerja untuk kedua orang tuanya yang telah lanjut usia, maka dia di jalan Allah, dan jika dia bekerja untuk dirinya demi menjaga kehormatannya, maka diapun di jalan Allah, dan jika dia keluar bekerja karena pamer dan bermegah diri maka dia di jalan kesesatsn” (HR. Thabrani).
Pada kesempatan lain ada seorang Sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan meminta izin kepada beliau untuk ikut berjihad (berperang) membela agama. Beliau bertanya kepadanya: “apakah kedua ibu/bapakmu masih hidup?” Ia menjawab: “ya, benar, masih wahai Rasulullah”. Beliaupun berkata kepadanya: “maka pada keduanya, hendaklah engkau berjihad (berbakti)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan peristiwa tersebut, dalam keadaan tertentu berbakti kepada kedua orang tua bisa jadi lebih utama daripada berjihad (berperang) di jalan Allah SWT dan itulah barangkali sebabnya penyebutan berbakti kepada kedua orang tua lebih didahulukan daripada kata berjihad dalam hadits Ibnu Mas’ud r.a berikut: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amal apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab: “shalat pada waktunya”. Aku bertanya lagi: “kemudian apa?” Beliau menjawab: “berbakti kepada kedua orang tua”. Aku pun bertanya lagi: “kemudian apa?” Beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah” (Hadits Muttafaq ‘alaih).
Namun demikian, contoh-contoh makna jihad di atas tidak menafikan makna perang, karena perang itu sendiri adalah bagian dari jihad fisik untuk membela agama Allah dari ancaman dan serbuan orang-orang kafir sebagaimana yang telah dijelaskan di awal terkait pengertian jihad secara khusus.
Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan keislaman kita semua. Wallahu A’lam.