Hayatan Thayyibatan (Kehidupan yang Serba Baik)
Oleh : Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M.
Ketua Dewan Pengawas Syariah YBM BRILiaN
Guru Besar Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri (FSH UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Siapa (orang) yang mengerjakan amal saleh, baik itu laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik; dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang “lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Al Nahl (16): 97)
Setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk meraih kehidupan yang serba baik, yang oleh Al-Qur’an diistilahkan dengan hayatan thayyibah. Apa dan bagaimana kehidupan yang baik itu? Tentu jawabannya akan berbeda-beda bergantung pada kecenderungan masing-masing manusia itu sendiri. Namun, karena topik ini sengaja diambil dari Al-Qur’an, maka pengertian dan kriteria hayatan thayyibatan diambilkan dari penjelasan Al-Qur’an pula.
Paling tidak menurut sebagian ahli tafsir Al-Qur’an, diantaranya Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri dan Muhammad Ali Al Shabuni, memaknai hayatan thayyibatan (hidup yang baik) di dunia dengan kehidupan yang serba qanaah (apa adanya) dalam bingkai rizki yang serba halal (kehalalan rezeki) dan tindak-tanduk amalan yang serba baik (shalih al a’mal). Sayangnya, bisa jadi tidak sedikit orang yang tanpa sadar memahami rezeki dan bahkan nikmat dengan serba ekonomi khususnya uang. Padahal, rezeki adalah segala sesuatu yang digunakan untuk memelihara kehidupan seperti makanan sehari hari, nafkah, penghidupan, pendapatan, uang, keuntungan, dan kesempatan mendapat makan (KBBI, 2015). Sedangkan nikmat adalah segala sesuatu yang enak, menyenangkan dan membahagiakan. Hal-hal yang termasuk dalam nikmat adalah kebersihan, kesehatan, udara dan lain lain yang mustahil bisa dihitung jumlahnya atau dirincikan satu per satu.
Adapun kehidupan yang baik dalam perspektif keakhiratan, diartikan dengan kehidupan di surga (hayat al jannah). Kehidupan surgawi di akhirat inilah sebenarnya yang dapat dinyatakan sebagai kehidupan yang sebenarnya. Berkenaan dengan kehidupan akhirat, Al Hasan melukiskan bahwa: “(Sejatinya) tidak ada kehidupan yang baik (hayatan thayyibatan) itu bagi seorang manusia pun, selain kehidupan akhirat karena pada kehidupan akhirat (yang baik) adalah kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya, kehidupan yang serba kaya tanpa ada kefakiran, kehidupan yang serba sehat tanpa ada sakit, dan kehidupan yang serba bahagia tanpa ada kesulitan/kesusahan apapun.”
Guna memperoleh kehidupan surgawi (hayat al jannah) sudah tentu perlu diprogram secara baik dan benar melalui kehidupan duniawi yang terencanakan dan teraplikasikan dengan baik. Melalui gaya hidup (life style) yang dilandasi oleh iman dan amal saleh yang antara lain diwarnai dengan kehidupan dengan rezeki serba halal, baik dan diberkahi (halalan, thayyiban, mubarakan). Al Qur’an memberikan tawaran dan penuntun ke arah kehidupan duniawi yang serba baik dalam teks maupun konteksnya yang luas dan luwes.
Hayatan thayyibatan (kehidupan yang serba baik) dalam perspektif Al-Qur’an meliputi banyak atau bahkan seluruh hal misalnya kalimat yang baik (kalimatan thayyibatan), rumah/tempat pemukiman yang baik (masakina thayyibah), pasangan yang baik (maa thaa ba lakum), anak cucu dan keturunan yang baik (banina wahafadatan thayyibah/ dzurriyyah thayyibah), udara yang baik (rihin thayyibin), perolehan rezeki dari yang baik (min thayyibati marazaqnakum), hingga kepada kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang baik pula yang (penduduknya) diampuni oleh Rabbnya (baldatun thayyibatun warabbun ghafur) sebagaimana yang bisa dilacak dalam sejumlah ayat dan surat Al-Qur’an.
Allah SWT telah menjanjikan bahwa siapapun orangnya (laki-laki maupun perempuan) yang menjalani hidup dan kehidupannya di atas landasan iman dan beramal saleh secara terus menerus, maka dipastikan Allah akan memberikan jaminan dengan perolehan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yakni kehidupan yang serba sejahtera dan bahagia di dunia. Lebih dari sekedar itu, di akhirat kelak Allah akan memberikan balasan pahala yang jauh lebih baik lagi yakni kehidupan yang tidak semata mata bahagia, akan tetapi juga berlangsung lama bahkan selama-lamanya. Al-Qur’an mengungkapkannya dengan redaksi “… khaalidiina fihaa abadan radhiya Allaahu ‘anhum waradhuu ‘anhu dzalika liman khasyiya rabbah” yang artinya “Maha Benar Allah dalam kalam Nya, “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai sungai; mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya” (QS. Al Bayyinah : 8).
Dari surat Al Nahl ayat 96 dan surat Al Bayyinah ayat 8, dihubungkan dengan sejumlah ayat lain yang memiliki kandungan serupa atau bahkan sama dalam teks dan konteksnya yang luas dan luwes dapatlah disimpulkan bahwa modal dasar dan utama untuk meraih kehidupan yang baik (hayatan thayyibatan) adalah iman dan amal saleh. Amal saleh tidak terbatas apalagi dibatasi hanya kepada persoalan ibadah mahdhah (ibadah murni), akan tetapi juga meliputi amalan amalan kerja duniawi yang berdimensi ubudiah. Diantara wujudnya adalah usaha halal (al kasb al halaal) demi mewujudkan gaya hidup (life style) duniawi yang serba halalan, thayyiban, mubarakan.